JARINGAN IRIGASI

Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya. Berkaitan dengan sistem irigasi yang telah dibahas pada bab 1, maka jaringan irigasi yang akan dibahas pada bab ini termasuk sistem irigasi permukaan.


Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan tersier. Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran sekunder. Sedangkan jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam petak tersier. Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jarigan irigasi disebut dengan Daerah Irigasi.



KLASIFIKASI JARINGAN IRIGASI

Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran, serta kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu 
(1) jaringan irigasi sederhana, 
(2) jaringan irigasi semi teknis dan 
(3) jaringan irigasi teknis. 

Karakteristik masing-masing jenis jaringan diperlihatkan pada Tabel 2. 1.
Tabel 2.1 Klasifikasi Jaringan Irigasi
Klasifikasi Jaringan Irigasi
Teknis semi teknis sederhana
Bangunan Utama Bangunan permanen Bangunan permanen atau
semi permanen
Bangunan sernentara
Kernarnpuan dalam
mengukur dan mengatur debit
Baik Sedang tidak mampu mengatur/ mengukur
Jaringan saluran Saluran pernberi
dan
Pembuang terpisah
Saluran pemberi dan
Pembuang tidak
sepenuhnya terpisah
Saluran pernberi dan
pembuang menjadi
satu
Petak tersier Dikembangkan
sepenuhnya
Belum dikembangkan
dentitas bangunan tersier
jarang
belum ada jaringan
terpisah yang
dikembangkan
Efisiensi secara keseluruhan 50-60% 40-50% <40%
Ukuran Tak ada batasan < 2000 hektar < 500 hektar
Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP - 01

Jaringan irigasi sederhana biasanya diusahakan secara mandiri oleh suatu kelompok petani pemakai air, sehingga kelengkapan maupun kemampuan dalam mengukur dan mengatur masih sangat terbatas. Ketersediaan air biasanya melimpah dan mempunyai kemiringan yang sedang sampai curam, sehingga mudah untuk mengalirkan dan membagi air. Jaringan irigasi sederhana mudah diorganisasikan karena menyangkut pemakai air dari latar belakang sosial yang sama. Namun jaringan ini masih memiliki beberapa kelemahan antara lain, 

(1) terjadi pemborosan air karena banyak air yang terbuang, 
(2) air yang terbuang tidak selalu mencapai lahan di sebelah bawah yang lebihsubur, dan 
(3) bangunan penyadap bersifat sementara, sehingga tidak mampu bertahan lama. 


Jaringan irigasi semi teknis memiliki bangunan sadap yang permanen ataupun semi permanen. Bangunan sadap pada umumnya sudah dilengkapi dengan bangunan pengambil dan pengukur. Jaringan saluran sudah terdapat beberapa bangunan permanen, namun sistem pembagiannya belum sepenuhnya mampu mengatur dan mengukur. Karena belum mampu mengatur dan mengukur dengan baik, sistem pengorganisasian biasanya lebih rumit. Gambar 2.2 memberikan ilustrasi jaringan irigasi semi teknis sebagai bentuk pengembangan dari jaringan irigasi sederhana. Jaringan irigasi teknis mempunyai bangunan sadap yang permanen. Bangunan sadap serta bangunan bagi mampu mengatur dan mengukur. Disamping itu terdapat pemisahan antara saluran pemberi dan pembuang. Pengaturan dan pengukuran dilakukan dari bangunan penyadap sampai ke petak tersier. Untuk memudahkan sistem pelayanan irigasi kepada lahan pertanian, disusun suatu organisasi petak yang terdiri dari petak primer, petak sekunder, petak tersier, petak kuarter dan petak sawah sebagai satuan terkecil.

2.1.1 Petak tersier
Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kurang lebih 8 sampai dengan 15 hektar. Pembagian air, eksploitasi dan perneliharaan di petak tersier menjadi tanggungjawab para petani yang mempunyai lahan di petak yang bersangkutan dibawah bimbingan pemeintah. Petak tersier sebaiknya mempunyai batas-- batas yang jelas, misalnya jalan, parit, batas desa dan batas-batas lainnya. Ukuran petak tersier berpengaruh terhadap efisiensi pemberian air. Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh dalam penentuan luas petak tersier antara lain jumlah petani, topografi dan jenis tanaman. Apabila kondisi topografi memungkinkan, petak tersier sebaiknya berbentuk bujur sangkar atau segi empat. Hal ini akan memudahkan dalam pengaturan tata letak dan perabagian air yang efisien. Petak tersier sebaiknya berbatasan langsung dengan saluran sekunder atau saluran primer. Sedapat mungkin dihindari petak tersier yang terletak tidak secara langsung di sepanjang jaringan saluran irigasi utama, karena akan memerlukan saluran muka tersier yang mebatasi petak-petak tersier lainnya.



2.1.2 Petak Sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada urnumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya saluran drainase. Luas petak sukunder dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi topografi daerah yang bersangkutan. Saluran sekunder pada umumnya terletak pada punggung mengairi daerah di sisi kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang membatasinya. Saluran sekunder juga dapat direncanakan sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng lereng medan yang lebih rendah.



2.1.3 Petak Primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung air dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil air langsung dari bangunan penyadap. Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari saluran sekunder. Apabila saluran primer melewati sepanjang garis tinggi daerah saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari saluran primer.



2.2 Bangunan Irigasi
Keberadaan bangunan ingasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijurnpai dalam praktek irigasi antara lain 

(1) bangunan utama, 
(2) bangunan pembawa, 
(3) bangunan bagi, 
(4) bangunan sadap, 
(5) bangunanm pengatur muka air, 
(6) bangunan pernbuang dan penguras serta 
(7) bangunan pelengkap.



BANGUNAN UTAMA

Bangunan utama dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber air untuk dialirkan ke seluruh daerah irigasi yang dilayani. Berdasarkan sumber airnya, bangunan utarna dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori, 
(1) bendung, 
(2) pengambilan bebas, 
(3) pengambilan dari waduk, dan 
(4) stasiun pompa.



a. Bendung
Bendung adalah adalah bangunan air dengan kelengkapannya yang dibangun melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat dengan maksud untuk meninggikan elevasi muka air sungai. Apabila muka air di bendung mencapai elevasi tertentu yang dibutuhkan, maka air sungai dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ke tempat-ternpat yang mernerlukannya. Terdapat beberapa jenis bendung, diantaranya adalah 
(1) bendung tetap (weir), 
(2) bendung gerak (barrage) dan 
(3) bendung karet (inflamble weir). 

Pada bangunan bendung biasanya dilengkapi dengan bangunan pengelak, peredam energi, bangunan pengambilan, bangunan pembilas , kantong lumpur dan tanggul banjir.



b. Pengambilan bebas
Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat ditepi sungai menyadap air sungai untuk dialirkan ke daerah irigasi yang dilayani. Perbedaan dengan bendung adalah pada bangunan pengambilan bebas tidak dilakukan pengaturan tinggi muka air di sungai. Untuk dapat mengalirkan air secara, gravitasi muka air di sungai harus lebih tinggi dari daerah irigasi yang dilayani.



c. Pengambilan dari waduk
Salah satu fungsi waduk adalah menampung air pada saat terjadi kelebihan air dan mengalirkannya pada saat diperlukan. Dilihat dari kegunaannya, waduk dapat bersifat eka guna dan multi guna. Pada urnumnya waduk dibangun memiliki banyak kegunaan seperti untuk irigasi, pernbangkit listrik, peredam banjir, pariwisata, dan perikanan. Apabila salah satu kegunaan waduk untuk irigasi, maka pada bangunan outlet dilengkapi dengan bangunan sadap untuk irigasi. Alokasi pernberian air sebagai fungsi luas daerah irigasi yang dilayani serta karakteristik waduk.



d. Stasiun Pompa
Bangunan pengambilan air dengan pompa menjadi pilihan apabila upaya-upaya penyadapan air secara gravitasi tidak memungkinkan untuk dilakukan, baik dari segi teknik maupun ekonomis. Salah satu karakteristik pengambilan irigasi dengan pompa adalah investasi awal yang tidak begitu besar namun biaya operasi dan eksploitasi yang sangat besar.



BANGUNAN PEMBAWA

Bangunan pernbawa mempunyai fungsi mernbawa / mengalirkan air dari surnbemya menuju petak irigasi. Bangunan pernbawa meliputi saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier dan saluran kwarter. Termasuk dalam bangunan pernbawa adalah talang, gorong-gorong, siphon, tedunan dan got miring. Saluran primer biasanya dinamakan sesuai dengan daerah irigasi yang dilayaninya. Sedangkan saluran sekunder sering dinamakan sesuai dengan nama desa yang terletak pada petak sekunder tersebut.



Berikut ini penjelasan berbagai saluran yang ada dalam suatu sistern irigasi.

a) Saluran primer membawa air dari bangunan sadap menuju saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir.
b) Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran primer menuju petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan sadap terakhir
c) Saluran tersier membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran sekunder menuju petak-petak kuarter yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks tersier terkahir
d) Saluran kuarter mernbawa air dari bangunan yang menyadap dari boks tersier menuju petak-petak sawah yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks kuarter terkahir



BANGUNAN BAGI DAN SADAP

Bangunan bagi merupakan bangunan yang terletak pada saluran primer, sekunder dan tersier yang berfungsi untuk membagi air yang dibawa oleh saluran yang bersangkutan. Khusus untuk saluran tersier dan kuarter bangunan bagi ini masingmasing disebut boks tersier dan boks kuarter. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder menuju saluran tersier penerima. Dalam rangka penghematan bangunan bagi dan sadap dapat digabung menjadi satu rangkaian
bangunan.

Bangunan bagi pada saluran-saluran besar pada umumnya mempunyai 3 (tiga) bagian utama, yaku.

a) Alat pembendung, bermaksud untuk mengatur elevasi muka air sesuai dengan tinggi pelayanan yang direncanakan
b) Perlengkapan jalan air melintasi tanggul, jalan atau bangunan lain menuju saluran cabang. Konstruksinya dapat berupa saluran terbuka ataupun gorong-gorong. Bangunan ini dilengkapi dengan pintu pengatur agar debit yang masuk saluran dapat diatur.
c) Bangunan ukur debit, yaitu suatu bangunan yang dimaksudkan untuk mengukur besarnya debit yang mengalir.

BANGUNAN PENGATUR DAN PENGUKUR

Agar pemberian air irigasi sesuai dengan yang direncanakan, perlu dilakukan pengaturan dan pengukuran aliran di bangunan sadap (awal saluran primer), cabang saluran jaringan primer serta bangunan sadap primer dan sekunder. Bangunan pengatur muka air dimaksudkan untuk dapat mengatur muka air sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang konstan dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Sedangkan bangunan pengukur dimaksudkan untuk dapat memberi informasi mengenai besar aliran yang dialirkan. Kadangkala, bangunan pengukur dapat juga berfungsi sebagai bangunan pangatur. Beberapa contoh bangunan pengukur debit diberikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Beberapa Jenis Alat Ukur Debit

Tipe Alat Ukur Mengukur Dengan Kemampuan
Mengatur
Ambang Lebar aliran atas tidak
Parshal Flume afiran atas tidak
Cipoletti aliran atas tidak
Romijn aliran atas ya
Crump de Gruyter aliran bawah ya
Constant Head Orifice aliran bawah ya
Bangunan Sadap pipa sederhana aliran bawah ya
Sumber Kriteria Perencanaan Irigasi (KP 01)



BANGUNAN DRAINASE

Bangunan drainase dimaksudkan untuk membuang kelebihan air di petak sawah maupun saluran. Kelebihan air di petak sawah dibuang melalui saluran pernbuang, sedangkan kelebihan air disaluran dibuang melalui bengunan pelimpah. Terdapat beberapa jenis saluran pembuang, yaitu saluran pembuang kuerter, saluran pernbuang tersier, saluran pernbuang sekunder dan saluran pernbuang primer. Jaringan pembuang tersier dimaksudkan untuk :

a) Mengeringkan sawah
b) Mernbuang kelebihan air hujan
c) Mernbuang kelebihan air irigasi

Saluran pernbuang kuarter menampung air langsung dari sawah di daerah atasnya atau dari saluran pernbuang di daerah bawah. Saluran pernbuang tersier menampung air buangan dari saluran pernbuang kuarter. Saluran pernbuang primer menampung dari saluran pernbuang tersier dan membawanya untuk dialirkan kernbali ke sungai.



BANGUNAN PELENGKAP
Sebagaimana namanya, bangunan pelengkap berfungsi sebagai pelengkap bangunan-bangunan irigasi yang telah disebutkan sebelumnya. Bangunan pelengkap berfungsi sebagai untuk memperlancar para petugas dalam eksploitasi dan pemeliharaan. Bangunan pelengkap dapat juga dimanfaatkan untuk pelayanan umum. Jenis-jenis bangunan pelengkap antara lain jalan inspeksi, tanggul, jernbatan penyebrangan, tangga mandi manusia, sarana mandi hewan, serta bangunan lainnya.



DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2001. Peraturan Pemerintah No.77 Tahun 2001 Tentang Irigasi.
Anonim, 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang
Sumber Daya Air.
Direktorat Jenderal Pengairan, 1986. Standar Perencanaan Irigasi (KP. 01-05).
Departemen Pekerjaan Umum, CV. Galang Persada, Bandung.
Fuad Bustomi, 1999. Sistem Irigasi : Suatu Pengantar Pemahaman, Tugas Kuliah
Sistem Irigasi. Program Pascasarjana Program Studi Teknik Sipil UGM,
Yogyakarta (Tidak diterbitkan).
Fuad Bustomi, 2000. Simulasi Tujuh Teknik Pemberian Air Irigasi Untuk Padi di Sawah
dan Konsekuensi Kebutuhan Air Satu Masa Tanam. Tesis Program Pascasarjana
Program Studi Teknik Sipil UGM, Yogyakarta (Tidak diterbitkan).
Michael A.M., 1978. Irrigation Theory and Practices. Vikas Publishing House PVT
LTD, New Delhi.
Mudi Utomo, 1990. Model Matematika Evapotranspirasi Pada Tanah Tidak Jenuh Air.
Tugas Akhir Sarjana. Teknik Sipil UGM, Yogyakarta. (Tidak diterbitkan).
Partowijoto, A., 1999. Peningkatan Efisiensi dan Efektifitas Dalam Pengelolaan Air
Irigasi Oleh Masyarakat : Kendala Teknis dan Non Teknis. Prosiding Seminar
Sehari Peningkatan Pendapatan dan Kesejahteraan Petani Melalui Pendekatan
Partisipasi, IESC -RCA bekerjasama dengan Jurusan Teknik Sipil FT UGM,
Yogyakarta.
Sudjarwadi, 1987. Teknik Sumberdaya Ai. Diktat kuliah Jurusan Teknik Sipil UGM,
Yogyakarta.
Sudjarwadi, 1990. Teori dan Praktek Irigasi. Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik,
UGM, Yogyakarta
Sudjarwadi 1995, Pengembangan Wilayah Sungai (Wawasan dan Konsep), Diktat
kuliah S-2 Jurusan Teknik Sipil UGM, Yogyakarta.

0 komentar:

Posting Komentar